Sunday, January 1, 2017

Filosofi Tahun Baru

Merry Christmas 2016 (for those who celebrate) and Happy New Year 2017 ! ! ! May your day full of joy and happiness, amen!
Finally, kita sudah berada di hari, bulan, dan tahun yang baru, 1 Januari 2017. (Hampir) semua orang saat ini sedang bersuka cita menyambut tahun baru. Gue menulis (hampir) dalam tanda kurung karena pasti ada pengecualian. Sebagian orang menolak untuk “men-spesialkan” tahun baru karena ajaran atau kebiasaan mereka. Bahkan banyak orang berdebat mengenai esensi dan kehalalan merayakan tahun baru. Untuk itu, gue mencoba berfilsafat sejenak (berusaha menjadi filsuf hehe).
Tahun Baru memiliki arti awal dari suatu tahun yang beru dimulai. Pada hari tersebut, sebagian orang merayakannya dengan, misalnya, kembang api dan bakar jagung. Hal ini memperlihatkan kegembiraan (Amiin). Jadi, orang-orang berusaha mendapatkan suatu kebahagiaan di awal waktu. Kedepannya? Maka seterusnya mereka akan termotivasi untuk mempertahankan kebahagiaan tersebut. Mereka memiliki motivasi, yaitu kebahagiaan di awal tahun, untuk terus bahagia di sepanjang tahun tersebut.
Lantas, kenapa kebahagiaan tidak di akhir waktu saja? Dalam suatu tahun berarti akhir tahun? Sebab dengan demikian, mereka di sepanjang tahun, sebelum akhir tahun, berarti belum bahagia. Belum tentu kebahagiaan di akhir itu dapat dirasakan oleh semua orang. Di pertengahan tahun akan ada orang yang meninggal. Maka setidaknya mereka telah merasakan kebahagiaan di awal tahun, beruntung jika bisa dipertahankan.
Bicara soal “awal waktu” saya jadi ingat awal minggu. Dalam hitungan hari, hari Minggu adalah hari pertama. Beruntung pernah mengambil kelas Bahasa Portugis Dasar, karena saya jadi tahu bahwa hari Minggu berasal dari Bahasa Portugis “domingo” (baca: duminggu) yang berarti “hari Minggu”. Kata ini kemudian diserap ke dalam Bahasa Indonesia menjadi Minggu. Kita juga punya kata “Ahad” yang diserap dari Bahasa Arab (bahasa kita minjam mulu ya hehe). Ahad di Arab juga merupakan hari pertama (bandingkan dengan kata “wahid” dalam Bahasa Arab yang juga berarti pertama). Kembali ke “domingo”, kata tersebut secara etimologis berarti “the day of God” (hari Tuhan) sehingga pada hari tersebut, semua umat Nasrani melakukan ibadah. Jadi, hari pertama merupakan hari untuk berdoa kepada Tuhan. Hal demikian juga merupakan esensi dari merayakan Tahun Baru. Di hari pertama dari sebuah tahun, orang-orang secara tidak langsung berdoa atau mengucapkan harapan untuk diri sendiri dan orang lain.
Sedangkan “akhir waktu” dalam satu minggu adalah hari Sabtu. Nama hari ini juga kita pinjam dari Bahasa Portugis (lagi-lagi kita minjam kata), yaitu kata “sabado” (baca: sabadu). Secara etimologis kata ini berasal dari kata Bahasa Ibrani (Hebrew) “Sabbat” yang berarti “istirahat”. Dalam ajaran Nasrani dan Yahudi, setelah kejadian penciptaan, Tuhan beristirahat pada hari ke terakhir penciptaan. Hal ini juga sama dalam Islam kalau tidak salah. Maka, dalam suatu tahun, di akhir tahun tidak dirayakan, karena itu adalah waktu untuk beristirahat. Ajaran tersebut termanifestasi dalam tradisi-tradisi Eropa dan pada akhirnya dipakai juga oleh orang-orang Indonesia.
Datangnya tahun baru juga bisa kita analogikan dengan kelahiran seseorang yang sangat ditunggu-tunggu. Semua orang menyambut kelahirannya dengan hati yang gembira.

Gue rasa sekian dulu hasil renungan gue mengenai awal dan akhir tahun. Semoga kita mendapat esensi dari merayakan tahun baru, amin.

No comments: