Mengulik Sisi Lain Thanos dalam The Avengers
(2018)
Beberapa waktu yang lalu film The Avengers: Infinity War (2018) mulai
dirilis di beberapa Negara, termasuk di Indonesia. Gue berkesempatan menikmati
karya adiluhung perfilman Amerika tersebut di Depok beberapa hari yang lalu.
Meski gue bukan pengikut setia film-film Marvel dan, setelah gue nonton
ternyata film ini memiliki open-ending,
gue menilai film ini masih luar biasa epik. Sinematografi dan kompleksitas ceritanya
terbangun dengan sangat apik dan siap untuk memanjakan mata
penonton.
Dalam
film ini terdapat banyak tokoh hero
kebanggaan Marvel, seperti Iron
Man, Hulk, Spiderman, Captain America, Dr. Strange dll, yang dihadapkan pada satu musuh: Thanos.
Sebagai oposisi terhadap para heroes
tentunya Thanos berperan sebagai tokoh antagonis dalam film ini. Dari awal film
ini dibuka dengan epilog dimana Thanos melawan beberapa heroes untuk mendapatkan batu
infinity yang memungkinkannya menguasai alam semesta.
Sekilas
memang Thanos terlihat sebagai tokoh antagonis yang patut dimusuhi sejagat
raya. Ambisinya untuk menguasai alam semesta begitu besar sehingga untuk
melancarkan aksinya banyak korban berjatuhan, dari pihaknya maupun pihak
protagonist—di awal saja Loki sudah dimatikan. Ambisi tersebut terasa busuk, jahat
dan tidak bermoral. Partly I do agree with it. Tetapi jika kita kritis melihat tokoh Thanos—yang kebetulan menjadi karakter sentral dalam film ini—kita akan menemukan sisi-sisi baik
darinya. Gue pun memaknai
tindakan-tindakan Thanos dalam film ini tidak sepenuhnya evil, tetapi ada pesan-pesan baik di baliknya.
Sebelum berbicara
mengenai pesan-pesan implisit yang disampaikan Thanos, gue ingin membuktikan
dulu bahwa karakter Thanos tidak mutlak jahat. Ketika ia ingin mendapatkan batu infinity ia diminta satu syarat:
mengorbankan orang yang dicintainya. Ya, batu
infinity tersebut menyaratkan nyawa ditukar nyawa. Thanos pun mengorbankan
Gamora, anak angkatnya. Dan itu berhasil! Meskipun tidankan ini tetap jahat,
namun mengisayaratkan pada kita bahwa Thanos memiliki orang yang ia cintai.
Tidak hanya Gamora berhasil dikorbankan, cinta yang dimiliki Thanos juga
ditunjukkan oleh air matanya ketika mengorbankan anak angkatnya tersebut. Scene
tersebut adalah salah satu dari scene yang emosional menurut gue.
Dalam melancarkan
misinya menguasai alam semesta, Thanos tidak menyerang musuh-musuhnya secara
sepihak dan masif. Sebelum memutuskan untuk mematikan lawan, Thanos menawarkan
mereka untuk bergabung bersamanya dan Thanos akan menjamin kelangsungan hidup
mereka. Barulah ketika musuh tidak mau bergabung Thanos akan melawan mereka.
Hal unik terjadi ketika Tony Stark (Iron Man) berusaha mati-matian untuk
mengalahkan Thanos namun tidak berhasil. Thanos menghampiri Stark yang sudah
tidak berdaya dan mengatakan bahwa ia mengapresiasi perjuangan yang dilakukan
oleh Stark untuk alam semesta dan berharap bahwa setelah alam semesta
dikuasainya, orang-orang akan mengingat Stark sebagai pahlawan. Scene ini menjadi penanda lain yang
menunjukkan sisi baik Thanos.
Sekarang kita beranjak
ke ambisi buruk Thanos untuk menguasai alam semesta. Ya, gue setuju jika ambisi
tersebut memang tidak benar atau baik dilakukan. Semua orang kecuali pasukan
Thanos menentang hal itu dan sebisa mungkin menghentikannya. Segera setelah menemukan
keenam batu infinity mulia dan menguasai alam semesta, Thanos
ingin mematikan separuh dari populasi alam semesta. Hal tersebut semakin
membuat citra jahatnya di mata penonton semakin jelas. Tetapi itu hanya jika
kita tidak kritis memaknai film ini.
Setelah merenungkan
perbuatan Thanos, ada beberapa latar belakang dan alasan perbuatan tersebut
yang menjadi pesan baik bagi gue. Pertama, dengan mematikan separuh populasi,
Thanos ingin orang-orang merasakan kesendirian seperti yang ia rasakan. Secara
tidak langsung, kesendirian ini adalah faktor logis ambisi buruknya namun
Thanos ingin menyampaikan bahwa ada ketidak-adilan di alam semesta karena
sebagian orang merasakan kesendirian namun yang lain tidak.
Latar belakang di atas
memang bersifat personal dan tidak serta merta menjadikan Thanos suci dari
dosa. Akan tetapi, masih ada alasan lain di balik niat jahat Thanos memusnahkan
setengah populasi alam semesta, yaitu karena sumber daya di alam semesta
terbatas. Hal ini mengingatkan saya pada dua hal: teori Robert Malthus dan
seleksi alam. Robert Malthus mengatakan bahwa pertambahan ketersediaan pangan
tidak sebanding dengan pertumbuhan penduduk. Tentunya akan ada masa ketika
manusia kekurangan sumber pangan dan punah. Hal ini bersifat analog jika kita bawa
pada konteks alam semesta. Energi yang tersedia terbatas namun penduduk semesta
terus bertambah berkali-kali lipat. Jadi, motif di balik ambisi Thanos tidak
hanya untuk kepuasan diri sendiri melainkan untuk menjaga keseimbangan alam
semesta yang memiliki energi terbatas. Thanos memberi contoh dampak buruk yang
bahkan telah terjadi akibat ketidak-seimbangan antara sumber daya dan populasi
alam semesta, yaitu sebuah bintang yang kian tidak terurus, semakin murung dan
tidak pantas untuk dihuni lagi. Ini juga dapat dimaknai sebagai tamparan bagi
penghuni planet, seperti manusia, yang tidak peduli dengan alamnya. Jadi,
tidakan buruk Thanos ditujukan untuk kemaslahatan umat jagat raya hanya saja
caranya tidak berterima bagi semua orang.
Seleksi alam yang saya
maksudkan di atas masih ada sangkut pautnya dengan keadaan lingkungan. Dalam
seleksi alam yang dikenalkan Darwin ketika merumuskan pemikiran evolusinya,
makhluk harus berusaha bertahan hidup dan bersaing dengan makhluk lainnya.
Makhluk hidup yang tidak bisa bertahan hidup dan menyesuaikan diri dengan
lingkungan akan mati atau punah. Seleksi alam adalah medium alami untuk menjaga
keseimbangan di alam. Hubungannya dengan Thanos adalah bahwa ia akan
memusnahkan separuh populasi—dengan tujuan menjaga keseimbangan alam—dengan
cara yang acak/tidak pilih-pilih antara orang kulit putih dan kulit
hitam/berwarna, antara kaya dan miskin, tua-muda, laki-laki dan perempuan.
Jadi, terdapat keadilan dalam mekanisme pemusnahan sepruh populasi ini sehingga
setiap makhluk hidup memiliki potensi yang sama untuk hidup atau mati. Jika
kita relate dengan kehidupan
sehari-hari, ini adalah sindiran untuk ketidak-adilan yang sering terjadi
dimana-mana. Orang kaya dan kulit putih memiliki kesempatan hidup yang lebih
besar daripada orang miskin dan kulit hitam. Keseimbangan yang diciptakan
melalui seleksi alam tidak berjalan secara alami pada manusia karena survival manusia tidak ditentukan oleh
bagaimana manusia deal dengan alam,
tetapi dicurangi oleh ketimpangan yang disebabkan oleh kekayaan, warna kulit,
gender dan sebagainya. Thanos hadir untuk menghapuskan semua ketidak-adilan
tersebut.
Akhir kata gue ingin
berterima kasih pada sutradara, pemeran dan semua orang yang terlibat dalam
film ini karena telah memberi gue banyak pesan mengenai kehidupan serta
sindiran-sindiran implisit yang menohok bagi diri pribadi dan bagi manusia
secara kolektif. Itulah yang gue suka dari film-film Amerika, selain
sinematografi, alur cerita dan ketegangannya digarap dengan baik, di baliknya
juga disisipkan makna-makna secara artistik dan dalam. I do really like the movie and can’t wait for the next sequel!!
No comments:
Post a Comment